foto-foto

foto-foto

Jumat, 19 Maret 2010

Eksistensi Nilai-Nilai Pancasila dalam Kehidupan Masyarakat Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan suatu Negara yang terdiri dari berbagai perbedaan, baik itu suku bangsa, bahasa, warna kulit dan sebagainya oleh karena itu masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang multicultural dimana didalamnya terdapat tata nilai dan norma yang berbeda. Akan tetapi pada umumnya masyarakat Indonesia memiliki persamaan tentang nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat Indonesia seperti musyawarah mufakat, gotong royong, ketuhanan, persatuan, keadialan, hak asasi manusia, yang semuanya itu kemudian disatukan dalam suatu konsep yang ideal yaitu pancasila

Pancasila adalah pencapaian demokrasi paling penting yang dihasilkan oleh para pendiri bangsa. Pancasila merupakan suatu consensus nasional Indonesia yang majemuk, kemajemukan pancasila bisa dilihat dari kelima silanya. Pada dasarnya kelima sila tersebut mewakili beragam pandangan dan kelompok dominan masyarakat Indonesia. Pancasila juga merupakan symbol persatuan dan kesatuan Indonesia dimana pertemuan nilai-nilai dan pandangan ideology terpaut dalam sebuah titik pertemuan yang menjadi landasan bersama dalam kehidupan sebagai sebuah bangsa. (A. Ubaidillah dan Abdul Rozak, 2008:22).

Konsep pancasila untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh salah satu pendiri bangsa Indonesia yakni Ir. Soekarno dalam siding BPUPKI tanggal 1 Juni 1945. Dalam perkembangannya pancasila kemudian dijadikan sebagai pandangan hidup (filsafat) bangsa Indonesia. Pancasila merupakan sebuah pandangan hidup yang dinamis dan terbuka. Keterbukaan pancasila dapat dilihat dari isi pancasila yang merupakan perpaduan antara nilai-nilai keIndonesiaan yang majemuk dan nilai-nilai yang bersifat universal (A. Ubaidillah dan Abdul Rozak, 2008:23)

Pancasila sebagai filsafat bangsa Indonesia merupakan perpaduan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Indonesia. Namun pada akhir-akhir ini seiring berkembangnya isu-siu global dimana setiap informasi bebas masuk ke Indonesia tanpa batas, membuat pancasila sebagai filsafat dipertanyakan keabsahaannya. Maka dari pada itu penulis mencoba menemukan eksistensi nilai-nilai pancasila dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas rumusan masalah yang dimunculkan oleh pemater ialah sebagai berikut :

1. Bagaimana fungsi dari Pancasila sebagai filsafat atau pandangan hidup bangsa Indonesia ?

2. Bagaimana peran filsafat pancasila bagi negara Indonesia ?

3. Bagaimana peran Pancasila dalam kehidupan masyarakat Indonesia pada saat sekarang ini ?

1.3 Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka tujuan yang ingin dicapai oleh penulis ialah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui fungsi dari Pancasila sebagai filsafat atau pandangan hidup bangsa

2. Untuk mengetahui peran filsafat pancasila bagi negara Indonesia

3. Untuk mengetahui peran Pancasila dalam kehidupan masyarakat Indonesia

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pancasila sebagai Filsafat atau Pandangan Hidup Bangsa

filsafat berasal dari bahasa yunani filos dan sofia yang berarti cinta kebijaksanaan atau ilmu pengetahuan. Lebih dari pada itu dapat diartikan cinta belajar pada umumnya, dalam proses pertumbuhan ilmu-ilmu (science) hanya ada di dalam apa yang kita sebut sekarang filsafat. Untuk alasan inilah sering dikatakan bahwa filsafat adalah induk atau ratu ilmu pengetahuan. Dalam kamus bahasa Indonesia karangan WJS Poerwodarmito merumuskan bahwa filsafat adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai sebab-sebab, asas-asas hukum dan sebagainya dari pada segala yang ada dalam alam semesta ataupun mengenai kebenaran dan arti adanya suatu (Sri Wahyuningsih, SH., 1983:176-177).

Pancasila sebagai filsafat mengandung pandangan, nilai, dan pemikiran yang dapat menjadi substansi dan isi pembentukan ideologi Pancasila. Filsafat Pancasila dapat didefinisikan secara ringkas sebagai refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa, dengan tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya yang mendasar dan menyeluruh. Pancasila dikatakan sebahai filsafat, karena Pancasila merupakan hasil permenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the faounding father kita, yang dituangkan dalam suatu sistem. Filsafat Pancasila memberi pengetahuan dan penngertian ilmiah yaitu tentang hakikat dari Pancasla.

Baberapa alasan pancasila dijadikan sebagai filsafat bangsa Indonesia antara lain :

1. Bangsa Indonesia percaya bahwa jiwa dan nilai pancasila sudah ada dan dipraktekkan dalam tata-nilai dan tata-budaya Indonesia. Pancasila telah merupakan kepribadian (identitas) sosio-budaya. Kenyataan jiwa dan nilai pancasila dalam sosio-budaya nampak dalam sikap hidup yang mengutamakan asas-asas : kepercayaak kepada tuhan (theisme), kesadaran kekeluargaan dan gotong-royong, musyawarah mufakat dan kesadaran keadilan sosial, tepa selira dan setia kawan (solidaritas). Tata nilai demikian, berkembang dan dipraktekkan baik oleh warga masyarakat, maupun oleh lembaga-lembaga dalam musyawarah menurut pola hukum adat.

2. Berdasarkan atas orientasi sosio-budaya dan sejarah bangsa, para pendiri negara dalam sidang bpupki mengangkat dan merumuskan filsafat pancsila menjadi dasar negara.

3. Ditinjau dari segi prestasi politik kenegaraan, sejak sriwijaya dan majapahit wilayah kedaulatan negara kita melebihi republik sekarang.

4. Sebagai bangsa/negara yang sederajat dengan bangsa lain, kita wajar memiliki harga diri, bahkan memiliki kesadaran kebanggaan terhadap negara kesetuan republik Indonesia ini. Kesadaran harga diri inilah yang menjadi motivasi perjuangan kemerdekaan demi kehormatan nasional maka diperlukan adanya sebuah sistem filsafat bangsa yaitu pancasila.

5. Keempat dasar pemikiran di atas bersumber orientasi masa lampau dan masa kini. Kita wajib pula berorientasi pada masa yang akan datang (masa depan). Ketahanan nasional Indonesia yang menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara harus memiliki suatu falsafah yang mampu menyatukan keberagaman yang ada di Indonesia.

Dengan memperhatikan kenyataan sosio-budaya dan sejarah bangsa kita yakin pancasila adalah filsafat hidup bangsa Indonesia. Dasar pemikiran atas orientasi masa lampau ini sifatnya informal, material dan seni. Kita juga berorientasi pada kenyataan masa kini, yakni orientasi formal atau yuridis-konstitusional, disamping juga orientasi masa depan (persepektif).

Dalam Pancasila terdapat nilai-nilai dan norma-norma yang mengajarkan keselarasan dan keseimbangan baik dalam hidup manusia sebagai pribadi, dalam hubungan manusia dengan masyarakat, dalam hubungan manusia dengan alam, dalam hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun dalam mengejar kemajuan lahiriah dan kebahagian rohaniah.

Pancasila merupakan pandangan hidup yang berakar dalam kepribadian bangsa, maka ia diterima sebagai dasar negara yang mengatur hidup ketatanegeraan. pancasila berperan sebagai pengatur sikap dan tingkah laku orang Indonesia masing-masing dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa (Sila-I), dengan sesama manusia (sila II) dengan tanah air dan nusa bangsa Indonesia (Sila-III) dengan kekuasaan dan pemerintahan negara (kerakyatan) dan dengan negara sebagai kesatuan dalam rangka realisasi kesejahteraan (sila-V). Hal ini tampak dalam sejarah bahwa meskipun dituangkan dalam rumusan yang agak berbeda, namun dalam 3 buah Undang-Undang Dasar yaitu dalam pembukaan UUD’45, dalam mukadimah konstitusi RIS dan dalam mukadimah UUDS RI (1950). Pancasila tetap tercantum di dalamnya. Pancasila yang selalu dikukuhkan dalam kehidupan konstitusional itu dan menjadi pegangan bersama pada saat-saat terjadi krisis nasional dan ancaman terhadap ekosistem bangsa kita, merupakan bukti sejarah bahwa pancasila memang selalu dikehendaki oleh bangsa Indonesia sebagai dasar kehormatan Indonesia, yaitu sebagai dasar negara, hal ini karena telah tertanam dalam kalbunya rakyat dan dapat mempersatukan seluruh rakyat Indonesia.

Pancasila memberikan corak yang khas kepada bangsa Indonesia dan tak dapat dipisahkan dari bangsa Indonesia serta merupakan ciri khas yaitu membedakan bangsa Indonesia dari bangsa lain. Terdapat kemungkinan, bahwa tiap-tiap sila secara terlepas dari yagn lain, bersifat universal yang juga dimiliki bangsa-bangsa lain di dunia ini, akan tetapi ke-5 sila yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah pula itulah yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Kenyataan sehar-hari yang kita lihat dalam masyarakat bangsa Indonesia antara lain :

1. Bangsa Indonesia sejak dahulu sebagai bangsa yang religius, percaya akan adanya zat yang maha kuasa dan mempunyai keyakinan yang penuh, bahwa segala sesuatu yang ada dimuka bumi ini akan ciptaan Tuhan. Dalam sejarah nenek moyang, kita ketahui bahwa kepercayaan kepada Tuhan itu dimulai dari bentuk dinamisme (serba tenaga), lalu animisme (serba arwah), kemudian menjadi politeisme (serba dewa)dan akhirnya menjadi monoteisme (kepercayaan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa) sisanya dalam bentuk peninggalan tempat-tempat pemujaan dan peribadatan upacara-upacara ritual keagamaan.

2. Sejak dahulu, bangsa Indonesia berkeyakinan bahwa pada hakekatnya semua manusia dilahirkan sama, dan karena itu yang hidup dan menikmati kehadapan sepenuhnya watak mesti bangsa Indonesia yang sebenarnya, tidak menyukai perbedaan perihal martabat yang disebabkan karena perbedaan warna kulit, daerah keturunan dan kasta seperti yang terjadi masyarakat feodal.

3. Karena pengaruh keadaan geografisnya yang terpencar antara satu wilayah dengan wilayah yang lainnya, antar satu pulau dengan pulau lainnya maka Indonesia terkenal mempunyai banyak perbedaan yang beraneka ragam sejak dari perbedaan bahasa daerah, suku bangsa, adat istiadat, kesenian dan kebudayaannya (bhineka), tetapi karena mempunyai kepentingan yang sama, maka setiap ada bahagian yang mengancam dari luar selalu menimbulkan kesadaran bahwa dalam kebhinekaan itu terdapat ketunggalan yang harus diutamkana kesadaran kebangsaan yang berbeda yaitu sebagai bangsaIndonesia.

4. Ciri khas yang merupakan kepribadian bansga dari berbagai suku, bangsa Indonesia adalah adanya prinsip musyawarah diantara warga masyarakat sendiri dalam mengatur tata kehidupan mereka. Sedang kepala desa, kepala suku,dan sebagainya hanya merupakan pamong (pembimbing mereka yang dipilih dan dari antara mereka sendiri, prinsip musyawarah dan masyarakat yang merupakan inti dari kerakyatan telah dipraktikkan dalam kehidupan masyarakat adat seperti : desa marga, kurnia, nagori, banua, dsb.

5. Salah satu bentuk khusus dari kerakyatan ialah kerakyatan dibidang ekonomi, yang dirumuskan sebagai keadilan atau kesejahteraan sosial bagi rakyat Indonesia, asas ini sudah dikenal berabad-abad lamanya yang sisanya masih dapat kita jumpai dalam masyarakat terutama di desa, yaitu kebisaaan tolong menolong antara sesama masyarakat, gotong – royong dalam mengusahakan kepentingan bersama atau membantu (menolong seseorang yang sangat membutuhkan seperti materialistik, kapitalisme dan individualisme sama sekali tidak disukai oleh bangsa Indonesia, karena tidak memungkinkan tercapainya keadilan / kesejahteraan sosial.

Berbagai aspek yang ada dalam filsafat pancasila antara lain :

1. Aspek Ontologis

Ontologi ialah penyelidikan hakikat ada (esensi) dan keberadaan (eksistensi) segala sesuatu: alam semesta, fisik, psikis, spiritual, metafisik, termasuk kehidupan sesudah mati, dan Tuhan. Ontologi Pancasila mengandung azas dan nilai antara lain:

  • Tuhan yang mahaesa adalah sumber eksistensi kesemestaan. Ontologi ketuhanan bersifat religius, supranatural, transendental dan suprarasional;
  • Ada – kesemestaan, alam semesta (makrokosmos) sebagai ada tak terbatas, dengan wujud dan hukum alam, sumber daya alam yang merupakan prwahana dan sumber kehidupan semua makhluk: bumi, matahari, zat asam, air, tanah subur, pertambangan, dan sebagainya;
  • Eksistensi subyek/ pribadi manusia: individual, suku, nasional, umat manusia (universal). Manusia adalah subyek unik dan mandiri baik personal maupun nasional, merdeka dan berdaulat. Subyek pribadi mengemban identitas unik: menghayati hak dan kewajiban dalam kebersamaan dan kesemestaan (sosial-horisontal dengan alam dan sesama manusia), sekaligus secara sosial-vertikal universal dengan Tuhan. Pribadi manusia bersifat utuh dan unik dengan potensi jasmani-rohani, karya dan kebajikan sebagai pengemban amanat keagamaan;
  • Eksistensi tata budaya, sebagai perwujudan martabat dan kepribadian manusia yang unggul. Baik kebudayaan nasional maupun universal adalah perwujudan martabat dan kepribadian manusia: sistem nilai, sistem kelembagaan hidup seperti keluarga, masyarakat, organisasi, negara. Eksistensi kultural dan peradaban perwujudan teleologis manusia: hidup dengan motivasi dan cita-cita sehingga kreatif, produktif, etis, berkebajikan;
  • Eksistensi bangsa-negara yang berwujud sistem nasional, sistem kenegaraan yang merdeka dan berdaulat, yang menampilkan martabat, kepribadian dan kewibawaan nasional. Sistem kenegaraan yang merdeka dan berdaulat merupakan puncak prestasi perjuangan bangsa, pusat kesetiaan, dan kebanggaan nasional.

2. Aspek Epistemologis

Epistemologi menyelidiki sumber, proses, syarat-syarat batas, validitas dan hakikat ilmu. Epistemologi Pancasila secara mendasar meliputi nilai-nilai dan azas-azas:

  • Mahasumber ialah Tuhan, yang menciptakan kepribadian manusia dengan martabat dan potensi unik yang tinggi, menghayati kesemestaan, nilai agama dan ketuhanan. Kepribadian manusia sebagai subyek diberkati dengan martabat luhur: pancaindra, akal, rasa, karsa, cipta, karya dan budi nurani. Kemampuan martabat manusia sesungguhnya adalah anugerah dan amanat ketuhanan/ keagamaan.
  • Sumber pengetahuan dibedakan dibedakan secara kualitatif, antara:

o Sumber primer, yang tertinggi dan terluas, orisinal: lingkungan alam, semesta, sosio-budaya, sistem kenegaraan dan dengan dinamikanya;

o Sumber sekunder: bidang-bidang ilmu yang sudah ada/ berkembang, kepustakaan, dokumentasi;

o Sumber tersier: cendekiawan, ilmuwan, ahli, narasumber, guru.

  • Wujud dan tingkatan pengetahuan dibedakan secara hierarkis:

o Pengetahuan indrawi;

o Pengetahuan ilmiah;

o Pengetahuan filosofis;

o Pengetahuan religius.

  • Pengetahuan manusia relatif mencakup keempat wujud tingkatan itu. Ilmu adalah perbendaharaan dan prestasi individual maupun sebagai karya dan warisan budaya umat manusia merupakan kualitas martabat kepribadian manusia. Perwujudannya adalah pemanfaatan ilmu guna kesejahteraan manusia, martabat luhur dan kebajikan para cendekiawan (kreatif, sabar, tekun, rendah hati, bijaksana). Ilmu membentuk kepribadian mandiri dan matang serta meningkatkan harkat martabat pribadi secara lahiriah, sosial (sikap dalam pergaulan), psikis (sabar, rendah hati, bijaksana). Ilmu menjadi kualitas kepribadian, termasuk kegairahan, keuletan untuk berkreasi dan berkarya.
  • Martabat kepribadian manusia dengan potensi uniknya memampukan manusia untuk menghayati alam metafisik jauh di balik alam dan kehidupan, memiliki wawasan kesejarahan (masa lampau, kini dan masa depan), wawasan ruang (negara, alam semesta), bahkan secara suprarasional menghayati Tuhan yang supranatural dengan kehidupan abadi sesudah mati. Pengetahuan menyeluruh ini adalah perwujudan kesadaran filosofis-religius, yang menentukan derajat kepribadian manusia yang luhur. Berilmu/ berpengetahuan berarti mengakui ketidaktahuan dan keterbatasan manusia dalam menjangkau dunia suprarasional dan supranatural. Tahu secara ‘melampaui tapal batas’ ilmiah dan filosofis itu justru menghadirkan keyakinan religius yang dianut seutuh kepribadian: mengakui keterbatasan pengetahuan ilmiah-rasional adalah kesadaran rohaniah tertinggi yang membahagiakan.

3. Aspek aksiologis

Aksiologi menyelidiki pengertian, jenis, tingkatan, sumber dan hakikat nilai secara kesemestaan. Aksiologi Pancasila pada hakikatnya sejiwa dengan ontologi dan epistemologinya. Pokok-pokok aksiologi itu dapat disarikan sebagai berikut:

  • Tuhan yang mahaesa sebagai mahasumber nilai, pencipta alam semesta dan segala isi beserta antarhubungannya, termasuk hukum alam. Nilai dan hukum moral mengikat manusia secara psikologis-spiritual: akal dan budi nurani, obyektif mutlak menurut ruang dan waktu secara universal. Hukum alam dan hukum moral merupakan pengendalian semesta dan kemanusiaan yang menjamin multieksistensi demi keharmonisan dan kelestarian hidup.
  • Subyek manusia dapat membedakan hakikat mahasumber dan sumber nilai dalam perwujudan Tuhan yang mahaesa, pencipta alam semesta, asal dan tujuan hidup manusia (sangkan paraning dumadi, secara individual maupun sosial).
  • Nilai-nilai dalam kesadaran manusia dan dalam realitas alam semesta yang meliputi: Tuhan yang mahaesa dengan perwujudan nilai agama yang diwahyukan-Nya, alam semesta dengan berbagai unsur yang menjamin kehidupan setiap makhluk dalam antarhubungan yang harmonis, subyek manusia yang bernilai bagi dirinya sendiri (kesehatan, kebahagiaan, etc.) beserta aneka kewajibannya. Cinta kepada keluarga dan sesama adalah kebahagiaan sosial dan psikologis yang tak ternilai. Demikian pula dengan ilmu, pengetahuan, sosio-budaya umat manusia yang membentuk sistem nilai dalam peradaban manusia menurut tempat dan zamannya.
  • Manusia dengan potensi martabatnya menduduki fungsi ganda dalam hubungan dengan berbagai nilai: manusia sebagai pengamal nilai atau ‘konsumen’ nilai yang bertanggung jawab atas norma-norma penggunaannya dalam kehidupan bersama sesamanya, manusia sebagai pencipta nilai dengan karya dan prestasi individual maupun sosial (ia adalah subyek budaya). “Man created everything from something to be something else, God created everything from nothing to be everything.” Dalam keterbatasannya, manusia adalah prokreator bersama Allah.
  • Martabat kepribadian manusia secara potensial-integritas bertumbuhkembang dari hakikat manusia sebagai makhluk individu-sosial-moral: berhikmat kebijaksanaan, tulus dan rendah hati, cinta keadilan dan kebenaran, karya dan darma bakti, amal kebajikan bagi sesama.
  • Manusia dengan potensi martabatnya yang luhur dianugerahi akal budi dan nurani sehingga memiliki kemampuan untuk beriman kepada Tuhan yang mahaesa menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Tuhan dan nilai agama secara filosofis bersifat metafisik, supernatural dan supranatural. Maka poetensi martabat manusia yang luhur itu bersifat apriori: diciptakan Tuhan dengan identitas martabat yang unik: secara sadar mencintai keadilan dan kebenaran, kebaikan dan kebajikan. Cinta kasih adalah produk manusia – identitas utama akal budi dan nuraninya – melalui sikap dan karyanya.
  • Manusia sebagai subyek nilai memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap pendayagunaan nilai, mewariskan dan melestarikan nilai dalam kehidupan. Hakikat kebenaran ialah cinta kasih, dan hakikat ketidakbenaran adalah kebencian (dalam aneka wujudnya: dendam, permusuhan, perang, etc.).
  • Eksistensi fungsional manusia ialah subyek dan kesadarannya. Kesadaran berwujud dalam dunia indra, ilmu, filsafat (kebudayaan/ peradaban, etika dan nilai-nilai ideologis) maupun nilai-nilai supranatural.

2.2 Filsafat Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia

Dengan proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 agustus 1945 maka jiwa pancasila yang mengandung nilai-nilai filsafat bangsa Indonesia yang bersumber pada kehidupan masyarakat Indonesia, dituangkan dalam undang-undang dasas 1945.

Nilai-nilai pancasila terdapat dalam alenia ke 4 pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, oleh karena itu pancasila juga merupakan pokok kaidah negara yang fundamental. Pancasila merupakan norma dasar bagi negara dan bangsa Indonesia. Hal ini berarti bahwa pancasila merupakan peraturan, hukum atau kaidah yang sangat fundamental.

Tujuan mencantumkan pancasila dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah untuk dipergunakan sebagai dasar negara Rebublik Indonesia, yaitu landasan dalam mengatur jalannya pemerintahan di Indonesia. Pancasila merupakan jiwa dan kepribadian bangsa, karena unsur-unsurnya telah berabad-abad lamanya terdapat dalam kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, pancasila adalah pandangan hidup atau falsafah hidup bangsa yang sekaligus merupakan tujuan hidup bangsa Indonesia.

Dari pernyataan di atas dapat dikatakan bahwa pancasila mempunyai kedudukan sebagai dasar negara republik Indonesia. Dalam pancasila terdapat nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang kemudian tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 negara republik Indonesia dan secara tegas dinyatakan sebagai dasar ideologi bangsa Indonesia artinya pancasila dipakai sebagai dasar untuk mengatur dan menyelenggarakan tata pemerintahan negara Indonesia.

Pancasila dalam kedudukannya ini sering disebut sebagai dasar filsafat atau dasar falsafah Negara (philosofische Gronslag) dari Negara, ideology Negara atau staatsidee. Dalam pengertian ini pancasila merupakan suatu dasar nilai serta norma untuk mengatur pemerintahan Negara atau dengan lain perkataan pancasila merupakan suatu dasar untuk mengatur penyelenggaraan Negara. Konsekuensinya seluruh pelaksanaan dan pengelenggaraan negar terutama segala peraturan perundang-undangan termasuk proses reformasi dalam segala bidanng dewasa ini, dijabarkan di derivasikan dari nilai-nilai pancasila. Maka pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum, pancasila merupakan sumber kaidah hukum Negara yang secara konstitusional mengatur Negara republik Indonesia beserta seluruh unsure-unsurnya yaitu rakyat, wilayah, serta pemerintahan Negara.

Sebagai dasar Negara pancasila merupakan suatu asas kerohanian yang meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum sehingga merupakan suatu sumber nilai, norma serta kaidah, baik moral maupun hukum Negara, dan menguasai hukum dasar baik yang tertulis atau Undang-Undang Dasar maupun yang tidak tertulis maupun konfensi. Dalam kedudukannya sebagai dasar Negara pancasila mempunyai kekuatan mengingat secara hukum.

Sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sebagai sumber terbit hukum Indonesia maka pancasila tercantum dalam ketentuan tertinggi yaitu pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, kemudian dijamahkan atau dijabarkan lebih lanjut dalalm poko-pokok pokiran yang meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar 1945, yang pada akhirnya dikonkritisasikan atau dijabarkan dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945, serta hukum positif lainnya. Kedudukan pancasila sebagai dasar Negara tersebut dapat dirinci sebagai berikut :

a. Pancasila sebagai dasar Negara adalah merupakan sumber dari segala sumber hukum (sumber tertib hukum) Indonesia. Dengan demikian pancasila merupakan asas kerohanian tertib hukum Indonesia yang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar1945 dijelmakan lebih lanjut kedalam empat pokok pikiran.

b. Meliputi suasana kebatinan (geistlichenhintergrund) dari Undang-Undang Dasar 1945.

c. Mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar Negara (baik hukum gasal tertulis maupun tidak tertulis).

d. Mengandung norma yang mengharuskan Undang-Undang Dasar mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara Negara (termasuk para penyelenggara partai dan golongan fungsional). Memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur. Hal ini sebagai mana tercantum dalam pokok pikiran ke empat yang bunyinya sebagai berikut “Negara berdasarkan atas ketuahanan yang maha esa, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.

e. Merupakan sumber semangat bagi Undang-Undang Dasar 1945, bagi penyelenggara Negara, para pelaksanan pemerintahan (juga para penyelenggara partai dan golongan fungsional). Hal ini dapat dipahami karena semangat adalah penting bagi pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara, karena masyarakan dan Negara Indonesia senantiasa tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan jaman dan dinamika masyarakat. Dengan semangat yang bersumber pada asas kerohanian Negara sebagai pandangan hidup bangsa, maka dinamika masyarakat dan Negara akan tetap diliputi dan diarahkan asas kerohanian Negara.

Dasar formal kedudukan pancasila sebagai dasar Negara republik Indonesia tersimpul dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alenia IV yang bunyinya sebagai berikut “ maka disusunlah kemerdekan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada ketuahanan yang maha esa kemanusiaan yang adil dan beradap, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Menurut kelan kata “dengan berdasar kepada” hal ini secara yuridis memiliki makna sebagai dasar negara. Walaupun dalam kalimat terakhir pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tidak tercantum kata pancasila secara eksplisit namun anak kalimat “ dengan berdasar kepada” ini memiliki makna dasar negara adalah pancasila. Hal ini berdarkan atas interpratasi historis sebagai mana ditentukan oleh BPUPKI bahwa dasar negara Indonesia itu disebut dengan istilah pancasila.

Sebagaimana telah ditentukan oleh pembentukan negara bahwa tujuan utama dirumuskannya pancasila adalah sebagai dasar negara republik Indonesia. Hal ini sesuai dengan dasar yuridis sebagai mana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, ketetapan NO.XX/MPRS/1966. Ketetapan MPR NO.V/MPR/1973 dan ketetapan NO.IX/MPR/1978. Dijelaskan bahwa pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertub hukum Indonesia yang pada hakekatnya adalah merupakan suatu pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita moral yang meliputi suasana kebatinan serta watak dari bangsa Indonesia. Selanjutnya dikatakan bahwa cita-cita tersebut meliputi cita-cita mengenai kemerdekaan individu, kemerdekaan bangsa, prikemanusian, keadilan sosial, perdamaian sosial, cita-cita politik mengenai sifat, bentuk dan tujuan negara cita cita moral mengenai kehidupan kemasyarakatan dan keagamaan sebagai pengejawantahan dari budi nurani manusia.

Dalam proses reformasi dewasa ini MPR melalui siding istimewa tahun 1998, mengembalikan kedudukan pancasila sebagai dasar negara republik Indonesia yang tertuang dalam tap MPR NO.XVIII/MPR/1998. Oleh karena itu segala agenda dalam proses reformasi, yang meliputi berbagai bidang selain berdasarkan panda kenyataan aspirasi rakyat (sila 4 juga harus mendasarkan pada nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila). Reformasi tidak mungkin menyimpang dari nilai ketuhanan, kemansiaan, persatuan, kerakyatan, serta keadilan.

2.3 Peran Pancasila dalam kehidupan masyarakat Indonesia

Pancasila lahir sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia berdiri. Artinya adalah bahwa mendirikan sebuah Negara hanya semata-mata untuk mewujudkan sebuah tatanan masyarakat yang sejahtera, makmur dan sentosa. Bahwa tujuan tersebut adalah kontrak sosial antara Negara dengan rakyat dan Negara sebagai organsasi yang mengatur berkewajiban untuk membawa rakyatnya kepada tujuan yang dimaksud, tanpa menghilangkan hak-hak rakyatnya sebagai pemegang kedaulatan tertinggi, karena rakyatnyalah yang memiliki Negara, bukan Negara yang memiliki rakyat.

Negara yang mengamalkan Pancasila dengan baik dan benar adalah Negara yang mengeluarkan kebijakan bukan bedasarkan kepentingan partai, bangsa asing, pemilik modal atau kelompoknya. Negara Pancasilais adalah Negara yang tidak akan mendukung kolonialisme di belahan dunia manapun dan dalam bentuk apapun, Negara yang Pancasilais pasti mengusir bangsa asing yang memasuki wilayah Indonesia yang hanya untuk mengeksploitasi sumber daya alam Indonesia dan menghisap rakyatnya, Negara yang Pancasilais pasti membangun perekonomian rakyatnya, Negara yang pancasilais adalah Negara yang menjunjung tinggi keadilan dan kebenaran, Negara yang pancasilais pasti memberikan kesempatan kepada semua rakyatnya yang berpotensi untuk menjadi pemimpin, Negara yang pancasilais mempersiapkan generasi penerus bangsa menjadi generasi yang mandiri dan bermoral baik, Negara yang pancasilais pasti mempertahankan budaya masyarakatnya, Negara yang pancasilais pasti mewujudkan masyarakat yang pancasilais.

Ketika Negara sudah dapat berjalan dengan berpijak diatas Pancasila secara baik dan benar, maka efek dominonya adalah terwujudnya sebuah tatanan orang-orang yang pancasilais di negeri ini. Bahwa seorang pancasilais adalah orang yang bisa menghargai antara pemeluk keyakinan, seorang pancasilais adalah orang yang bersaing tanpa harus membuat duka orang lain, seorang pancasilais adalah orang yang tidak menagung-agungkan kejahatan dan kebejatan, seorang pancasilais adalah orang yang turut merasakan kepediha ketika saudara sebangsanya merasakan kepedihan, seorang pancasilais adalah orang yang menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan, seorang pancasilais adalah orang yang bekerja dengan gigih mengembangkan seluruh potensinya, seorang pancasilais adalh orang yang kritis terhadap kebijakan Negara yang tidak berpihak kepadanya. Kita tahu bahwa Pancasila adalah sebuah identitas Negara Indonesia yang kini sedikit demi sedikit mulai lenyap dimakann waktu. Pancasila adalah pedoman Negara Indonesia, dimana pedoman untuk mengarahkan Negara ini menuju masyarakat yang sejahtera. Pada kenyataannya di negeri ini, ternyata banyak sekali masyarakat yang tidak menghargai Pancasila.

Pancasila sebenarnya adalah cita-cita yang ingin dicapai bersama oleh bangsa Indonesia. Oleh karena itu, Pancasila sering disebut dengan landasan ideal. Maksud dari ideal adalah bahwa Pancasila merupakan hal yang menjadi sebuah gagasan dan dambaan. Hal ini sesuai dengan pengeraian Pancasila sebagai ideologi negara. Dalam era yang hiruk-pikuk ini, eksistensi Pancasila sudah mulai dipertanyakan. Benarkah Pancasila memang menjadi dasar hidup
bangsa, benarkah Pancasila merupakan identitas bagi bangsa Indonesia. Melihat
realita yang ada, sulit untuk membuktikan bahwa Pancasila masih menjiwai dan mendarah-daging dalam diri manusia Indonesia.

Pancasila pada saat ini cenderung menjadi lambang dan hanya menjadi formalitas yang dipaksakan kehadirannya di Indonesia.Kehadiran Pancasila pada saat ini bukan berasal dari hati nurani bangsa Indoensia. Bukti dari semua itu aalah tidak aplikatifnya sila-sila yang terkandung dalam Pancasila dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Berdasarkan realita yang ada dalam masyarakat, aplikasi sila-sila Pancasila jauh dari harapan. Banyaknya kerusuhan yang
berlatar belakang SARA (suku, ras, dan antargolongan), adanya pelecehan terhadap hak azasi manusia, gerakan separatis, lunturnya budaya musyawarah, serta ketidakadilan dalam masyarakat membuktikan tidak aplikatifnya Pancasila. Adanya
hal seperti ini menjauhkan harapan terbentuknya masyarakat yang sejahtera,aman, dan cerdas yang diidamkan melalui Pancasila.

Sebenarnya bangsa Indonesia bisa berbangga dengan Pancasila, sebab Pancasila merupakan ideologi yang komplet. Bila dibandigkan dengan pemikiran tokoh nasionalis Cina, dr. Sun Yat Sen, Pancasila jauh lebih unggul.Sun Yat Sen meunculkan gagasan tentang San Min Chu I yang berisi tiga pilar,yaitu nasionalisme, demokrasi, dan sosialisme. Gagasan Sun Yat Sen ini mampu mengubah pemikiran bangsa Cina di selatan. Dengan gagasan Ini, Sun Yat Sen telah mampu mewujudkan Cina yang baru, modern, dan maju. Apabila San Min ChuI-nya Sun yat Sen mampu untuk mengubah bangsa yang sedemikian besar,seharusnya Pancasila yang lebih komplet itu mampu untuk mengubah Indonesia menjadi lebih baik.

Di Indonesia, sejak diresmikannya Pancasila sampai sekarang, penerapan Pancasila masih ‘jauh bara dari api’. Yang terjadi pada saat ini bukan penerapan Pancasila, melainkan pergeseran Pancasila. Ketuhanan yang menjadi pilar utama moralitas bangsa telah diganti dengan keuangan. Kemanusiaan yang akan mewujudkan kondisi masyarakat yang ideal telah digantikan dengan kebiadaban dengan banyaknya pelanggaran terhadap hak azasi manusia. Persatuan yang seharusnya ada sekarang telah berubah menjadi embrio perpecahan dan disintegrasi. Permusyawarahan sebagai sikap kekeluargaan berubah menjadi kebrutalan. Sementara itu, keadilan sosial berubah menjadi keculasan dan keserakahan.

Selain dari pihak masyarakat sendiri, pergeseran makna Pancasila juga dilakukan oleh pihak penguasa. Pada masa tertentu, secara sistematis Pancasila telah dijadikan sebagai alat politik untuk melanggengkan kekuasaan. Tindakan yang dilakukan terhaap Pancasila ini turut menggoncang eksistensi Pancasila. Pancasila seakan-akan momok yang menakutkan, sehingga oleh sebagian masyarakat dijadikan sebuah simbol kekuasaan dan kelanggengan salah satu pihak.

Dalam era kesemrawutan global sekarang, ideologi asing mudah bermetamorfosa dalam aneka bentuknya dan menjadi pesaing Pancasila. Hedonisme (aliran yang mengutamakan kenikmatan hidup) dan berbagai isme penyerta, misalnya, semakin terasa menjadi pesaing yang membahayakan potensialitas Pancasila sebagai kepribadian bangsa. Nilai intrinsik Pancasila pun masih sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor kondisional. Padahal, gugatan terhadap Pancasila sebagai dasar negara dengan sendirinya akan menjadi gugatan terhadap esensi dan eksistensi kita sebagai manusia dan warga bangsa dan negara Indonesia.

Untuk menghadapi kedua ekstrim (memandang nilai-nilai Pancasila terlalu sulit dilaksanakan oleh segenap bangsa Indonesia di satu pihak dan di pihak lain memandang nilai-nilai Pancasila kurang efektif untuk memperjuangkan pencapaian masyarakat adil dan makmur yang diidamkan seluruh bangsa Indonesia) diperlukan usaha bersama yang tak kenal lelah guna menghayati Pancasila sebagai warisan budaya bangsa yang bernilai luhur, suatu sistem filsafat yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama, bersifat normatif dan ideal, sehingga pengamalannya merupakan tuntutan batin dan nalar setiap manusia Indonesia.

Dari berbagai kenyataan di atas timbul berbagai pertanyaan, apakah pancasila sudah tidak cocok lagi dalam kehidupan masyarakat Indonesia, kalau pancasila masih cocok di Indonesia, dalam hal ini siapa yang salah, bagaimana membangun Indonesia yang lebih baik sehingga sesuai dengan cita-cita para pendiri bangsa.

Salah seorang budayawan Indonesia yaitu Sujiwo Tejo mengatakan bahwa “untuk memajukan bangsa ini kita harus melihat kebelankang, karena masa depan bangsa Indonesia ada dibelakang”. Maksudnya kita harus menengok kembali sejarah berdirinya bangsa Indonesia. Cita-cita untuk memajukan bangsa Indonesia ada disana. Cita-cita bersama itu adalah suatu paham yang diperkanalkan oleh ir. Soekarno dalam rapat BPUPKI. Cita-cita tersebut ialah pancasila. Dia menambahkan lagi “maaf jika yang saya sampaikan kelihatan kuno atau terdengar basi, karena saya sendiri belum menemukan hal lain untuk menyusun cita-cita bersama sebagai ikatan sebuah bangsa, selain inspirasi dari masa lampau yaitu pancasila.

Pancasila merupakan perpaduan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Indonesia. Oleh karena itu secara konsep pancasila merupakan suatu landasan ideal bagi masyarakat Indonesia. Presiden rebublik Indonesia (Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono) dalam pidato kenegaraannya mengatakan bahwa pancasila sebagai falasafah Negara sudah final. Untuk itu jangan ada pihak-pihak yang berpikir atau berusaha menggantikannya. Presiden juga meminta kepada seluruh kekuatan bangsa untuk mempraktikkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Penegasan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah bentuk sikap reaktif atas kecenderungan realitas system sosial politik yang saat ini mengancam eksisitensi Pancasila sebagai ideology bangsa. Dengan demikian pernyataan itu jika sikapi secara konstruktif merupakan peringatan dan sekaligus ajakan politis kepada generasi sekarang untuk menjaga Pancasila dari berbagai upaya taktis dari pihak-pihak yang ingin mencoba menggantikannya.

Upaya untuk membangun kesadaran politik rakyat untuk secara bersama-sama menjaga Pancasila pernah dilakukan oleh mantan presiden Megawati. Walaupun tidak secara langsung diutarakan dalam kapasitasnya sebagai presiden, megawati menunjukkan komitmen politiknya melalui tindakan mengkoreksi dasar ideology partai untuk kemudian menggunakan Pancasila sebagai dasar idelogi organisasi (PDI-P). yang dilakukan oleh Megawati bisa saja dianggap kurang merepresentasikan sebuah tindakan pengalaman nilai-nilai Pancasila secara riil. Sebab tindakan tersebut lebih kental dengan kepentingan praktis politis, srta dilakukan oleh kelompok nasional. Namun jika hal tersebut ditelaah lebih jauh, penggunaan Pancasila sebagai dasar ideologi partai adalah dasar manifestasi pengamalan nilai-nilai dalam kehidupan berorganisasi dan berpolitik. Sikap politik inlah yang seharusnya didefinisikan sebagai tindakan riil dalam upaya membangun kesadaran politik rakyat. Jadi ketika sikap politik yang sama juga ditegaskan presiden Susilo Bambang Yudhoyono maka secara formal penegasan ini merupakan sebuah instruksi politik yang penekanan tindal lanjutnya sudah pada tatanan partisipasi politik. Sehingga terkait dengan upaya menanamkan kesadaran politik bangsa dalam menjaga Pancasila para elit politik, legislatif-eksekutif dan penyelenggara Negara seharusnya perlu mendorong tersedianya kebijakan atau regulasi public. Kebijaksanaan itu harus mampu membangun partisipasi politik rakyat secara kesluruhan kea rah itu. Terlebih lagi bila hal tersebut dikaitkan dengan realitas sosial-politik saat ini. Membangun kesadaran politik bangsa perlu dan harus diarahkan secara dini kepada generasi muda. Karena kelompok masyarakat inilah yang mengalami jeda pemahaman nilai-nilai Pancasila cukup tinggi pada sisi konseptual dan kontekstual. Jika penegasan SBY tersebut juga mencerminkan sikap formal Negara maka pemerintah seharusnya juga mampu menjalankan kebijakan-kebijakan secara konsisten yang selalu berpijak pada pemaknaan politik mendefinisikan eksistensi Pancasila sebagai falsafah negara.

Langkah konkritnya, pemerintah perlu memasukkan kembali nilai-nilai Pancasila sebagai materi bahan pengajaran pada system pendidikan nasional. Kebijakan ini tetap relevan dan tidak akan mengurangi hakekat dari tujuan dasar pelaksanaan pendidikan nasional yang ingin menciptakan manusia yang berakhlak cerdas. Negara memerlukan falsafah politik karena pemikiran filsafat kenegaraan bertolak dari suatu pandangan bahwa Negara merupakan persekutuan hidup manusia atau organisasi kemasyarakatan yang juga merupakan masyarakat hukum. Artinya hukum tidak dapat dipisahkan dari dinamika masyarakat. Marcus Tuliius Cicero ahli hukum bangsa Roma menyatakan dimana ada masyarakat disitu ada hukum. Hal ini sama pengertiannya dengan bahwa hukum tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat. Keberadaan hukum adalah deskripsi filosofis bahwa Negara memiliki falsafah plitik dalam mengukur nilai-nilai, keteraturan, keadilan, dan terpenuhinya kepentingan masyarakat yang harus diupayakan Negara. Dalam konteks yang sama, para pendiri bangsa telah memahami tentang perluna falsafah politik yang sesuai bagi Negara Indonesia, para pendiri bangsa menggunakan rumusan Pancasila.

Rumusan Pancasila adalah nilai-nilai normatif yang mampu menjadi sumber hukum yang bersifat obyektif dan juga subjektif dalam membangun keseimbangan dan harmonisasi kehidupan. Dan sejak ditetapkannya sebagai ideology bangsa, Pancasila telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perdebatan politis dan ideologis. Sementara itu para pendiri bangsa dalam menetapkan Pancasila sebagai falsafah Negara karena Pancasila memiliki nilai politis yang bersifat elementer. Penerimaan secara luas masyarakat Indonesia terhadap rumusan nilai-nilai Pancasila adalah realitas sosial politik yang menggambarkan secara tegas bahwa Pancasila merupakan ideology nasional yang sesuai bagi bangsa Indonesia. Sehingga bila dikembalikan pada hakekatnya tujuan Negara yaitu dalam konsep NKRI, Pancasila sudah final. Tidak ada lagi ruang untuk menggugat keabsahannya sebagai falsafah Negara.

Jika eksistensi Pancasila digugat artinya sama saja dengan mempertanyakan eksistensi NKRI. Begitu juga bila dikatkan pada kondisi saat ini, sebagai falsafah Negara Pancasila merupakan rumusan nilai-nilai yang secara konseptual memberikan tuntutan politik tentang bagaimana menyelesaikan persoalan Negara secara mandiri dan bermartabat. Termasuk masalah keterpurukan ekonomi. Didalam rumusan Pancasila yang dikorelasikan dengan proklamasi Kemerdekaan dan Pembukaan UNDANG-UNDANG DASAR 1945, terpaparkan tuntutan politik hakekat nilai kemerdekaan bangsa. Yaitu kemerdekaan untuk bersatu, kemerdekaan untuk berdaulat, kemerdekaan untuk adil dan makmur. Jika perjuangan kekinian saat ini untuk melepaskan ketetpurukan ekonomi serta meningkatkan harkat dan martabat bangsa, maka penempatan Pancasila sebagai falsafah Negara tetap relevan. (Prof. J Sudjendro, guru besar Universitas Semarang)

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Selama 14 tahun pertama sejak proklamasi kemerdekaan negara RI, yaitu dari 1945 sampai 1958, pancasila dikenal sebagai dasar negara RI. Pada awalnya pancasila adalah formulasi (perumusan) dari gagasan Ir. Soekarno yang diperkenalkannya pada hari ke-IV sidang pertama BPUPKI tanggal 1 Juni 1945 tentang dasar Indonesia Merdeka yang kemudian diterima dalam Piagam Jakarta, dan dilanjutkan revisi dalam pembukaan UUD’45 dengan membuang anak kalimat “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya”.

Pada akhir pidatonya, Ir. Soekarno mengusulkan bahwa pancasila sebagai nama bagi rancangan dasar negara Indonesia Merdeka dan menurutnya hal ini atas petunjuk ahli bahasa tetapi pada pendiri negara Republik Indonesia tidak pernah memutuskan memberikan nama Pancasila bagi dasar negara Republik Indonesia.

Pada masa orde lama (1959 – 1965) Manipol dianggap sebagai pengamalan pancasila. Sejak awal Orde Baru, pancasila diperkenalkan sebagai mitos bangsa Indonesia. Budayawan Kuntowijoyo mengajak untuk mengakhiri mitos politik, pancasila mulai dikeramatkan sebagai kekuatan sakti yang ampuh samangat jiwa, spirit yang tangguh, sehingga pancasila dikembangkan menjadi pancakarsa.

Setelah ditetapkan pancasila sebagai asas tunggal, maka pancasila berperan sebagai pengatur sikap dan tingkah laku orang Indonesia masing-masing dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa (Sila-I), dengan sesama manusia (siila II) dengan tanah air dan nusa bangsa Indonesia (Sila-III) dengan kekuasaan dan pemerintahan negara (kerakyatan) dan dengan negara sebagai kesatuan dalam rangka realisasi kesejahteraan (sila-V).

Dikalangan yang Islam jalur pembudayaan yang diterapkan adalah jalur / pendekatan agama. Dikemukakan bahwa “dibawah bendera pancasila, upaya mengembangkan islam justru lebih memperoleh suasana dinamis”, dan di republik Indonesia yang berdasarkan pancasila dan UUD’45, lebih banyak melaksanakan agama Islam daripada didunia Islam lainnya”. Sebelum kemerdekaan Indonesia diproklamirkan, pemuda Hatta menegaskan bahwa “ bukan Indonesia Merdeka di bawah kerajaan Majapahit yang kita idamkan.” (ke arah Indonesia Merdeka). Pembudayaan pancasila itu telah ditempuh dengan melalui jalur sejarah dan agama.

Namun dalam era global ini eksistensi pancasila kembali dipertanyakan. Hal itu disebabkan karena nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sudah tidak diamalakan lagi oleh masyarakat Indonesia. Selain itu banyak masyarakat yang beragapan bahwa pancasila hanya dijadikan kedok untuk memperkokoh suatu penguasa. Kenyataan tersebut sudah pernah dialami oleh masyarakat Indonesia. Selama rezim orde baru pancasila benar-benar dikebiri. Nilai-nilai demokrasi, musyawarah, hak asasi manusi hanya sebatas wacana tetapi tidak pernah dilaksanakan dalam kehidupan. Aspirasi masyarakat sangat minim sakali untuk mengemukakan pendapatnya apalagi mau mengkritik pemerintah.

Terlepas dari semua itu jika kita menganggap bahwa pancasila sudah tidak cocok lagi diterapkan di Indonesia, hal itu merupakan suatu pemikiran yang salah. Karena pancasila lahir dari nilai-nilai yang berkembang dan dimasyarakat Indonesia. Pancasila sebagai suatu ideologi bangsaa merupakan konsep ideology yang sangat ideal bagi bangsa Indonesia. Dalam suatu kesempatan preseden republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan “bahwa pancasila sebagai ideology bangsa sudah final. Dari situ kita bisa simpulkan bahwa pancassila sebagai ideologi bangsa sudah tidak bisa diotak-atik lagi.

Dalam permasalah ini yang patut dipersalahkan ialah orang-orang yang mengetahui tentang nilai-nilai pancasila tetapi tidak pernah di amalkan dalam kehidupan. Hal inilah yang menyebabkan Indonesia tidak pernah bisa mengatasi masalah-masalah moral yang mengancam keutuhan Negara Kesetuan Republik Indonesia. Seperti kriminalitas, tidak pidana korupsi yang merupakan sesuatu yang tidak asing lagi dalam birokrasi pemerintahan maupun swasta. Keadaan tersebut makin dipersulit dalam era global ini. Kerana dalam era global seluruh informasi mudah masuk dan berkembang di berbagai belahan dunia.

3.2 Saran

Melihat kenyataan-kenyataan di atas maka saran yang dapat diberikan oleh penulis ialah hendaknya masyarakat Indonesia menyadari pentingnya pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk mencapai hal itu diperlukan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat untuk kembali mematuhi nilai-nilai moral yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Indonesia dimana nilai-nilai tersebut secara jelas telah dicantumkan dalam pancasila dan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Selain itu agar pancasila dapat dijadikan filter terhadap berbagai isu-isu global yang masuk ke Indonesia. Agar masyarakat Indonesia bisa membedakan mana informasi yang layak untuk diikuti dan informasi mana yang harus dijauhi. Hal itu penting untuk menjaga keutuhan Negara Kesetuan Republik Indonesia.